Pendidikan Karakter Berperspektif Islam
Oleh : Dr. Aan Hasanah, M.Ed.
Potret pendidikan Indonesia dilihat dari pendekatan moral sosial akhir-akhir ini cukup mengkhawatirkan. Berbagai fenomena sosial yang negatif banyak bermunculan, misalnya kekerasan dalam menyelesaikan masalah menjadi hal yang umum, pemaksaan kebijakan terjadi hampir pada setiap level institusi, manipulasi informasi menjadi hal yang lumrah, penekanan dan pemaksaan kehendak satu kelompok terhadap kelompok lain dianggap biasa. Hukum begitu teliti pada kesalahan , tetapi buta pada keadilan.
Sepertinya karakter masyarakat Indonesia yang santun dalam berprilaku, musyawarah mufakat dalam menyelesaikan masalah, local wisdom yang kaya dengan pluralitas, toleransi dan gotong royong, telah berubah wujud menjadi hegemoni kelompok-kelompok baru yang saling mengalahkan.
Berkaca pada kondisi diatas sudah sepantasnya apabila kita bertanya secara kritis, inikah hasil dari proses pendidikan yang seharusnya menjadi alat transformasi nilai-nilai luhur peradaban? Jangan-jangan pendidikan telah teredusir menjadi alat yang secara mekanik hanya menciptakan anak didik yang pintar menguasai bahan ajar untuk sekedar lulus ujian nasional. Apabila benar demikian maka pendidikan Indonesia sedang memperlihatkan sisi gelapnya.
Dari titik ini terlihat adanya kebutuhan nyata dan mendesak. Semua argumen tersebut tampaknya masih relevan untuk menjadi cerminan kebutuhan akan pendidikan nilai, moral maupun karakter diIndonesia pada saat ini.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.
Dalam arti yang lebih luas pendidikan karakter dimaknai sebagai segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan prilaku guru, cara guru bicara atau menyampaikan meteri, toleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.
Islam sebagai inti nilai etika diejawantahkan dalam enam bentuk sumber prilaku yakni keiman, kejujuran, kepedulian, tanggung jawab, keberanian, dan kewarganegaraan. Keenam core ethical values ini diinternalisasi melalui proses pendidikan karakter dengan cara pengajaran, pembiasaan, peneladanan, pemotivasian, dan penegakan aturan dalam kesehariannya.
Karakter dibangun secara konseptual dengan menggunakan pilar moral. Karakter individual maupun komunal dibangun melalui dua aspek yang saling terkait yakni faktor otonom dan heteronom. Otonomi merupakan usaha dalam proses pendidikan karakter yang diimplementasikan melalui pengajaran, pembiasaan, peneladanan, pemotivasian, dan penegakan aturan. Sementara heteronomi merupakan usaha yang dilakukan oleh lingkungan (luar pendidikan) yakni adanya keadilan sosial ekonomi, penegakan hukum, keteladanan pemimpin, serta keteraturan norma-norma sosial. Untuk membentuk karakter bangsa dibutuhkan sinergi yang kuat antara faktor otonomi dengan faktor heteronom. Jika salah satunya rapuh atau bahkan saling bertentangan, maka karakter bangsa tidak akan terbentuk secara efektif. [muftie]